Kebenaran Absolut dan Relatif
doc. google |
Saya pernah menyimak beberapa statement yang kemudian setelah (juga) menyimak beberapa realita memancing saya untuk menuliskan sedikit yang tersirat di kepala.
"Adakah kebenaran yang absolut? Apakah setiap kebenaran itu bersifat relatif?"
Namun bagi saya Ada kebenaran absolut dan ada juga kebenaran relatif, dan kebenaran absolut Allah-lah sang empunya.
Ya, kebenaran absolut akan sentiasa ada dan Allah-lah sang empunya, sedang kebenaran yang kita yakini tak lebih dari sebatas kebenaran yang relatif. Bisa jadi hal yang benar menurut kita adalah memang benar, namun tak menutup kemungkinan sesuatu yang benar menurut kita adalah salah.
"Adakah kebenaran yang absolut? Apakah setiap kebenaran itu bersifat relatif?"
Namun bagi saya Ada kebenaran absolut dan ada juga kebenaran relatif, dan kebenaran absolut Allah-lah sang empunya.
Ya, kebenaran absolut akan sentiasa ada dan Allah-lah sang empunya, sedang kebenaran yang kita yakini tak lebih dari sebatas kebenaran yang relatif. Bisa jadi hal yang benar menurut kita adalah memang benar, namun tak menutup kemungkinan sesuatu yang benar menurut kita adalah salah.
Manusia memang kadang memiliki kebenaran yang absolut, tapi itu tak akan jauh dan pasti berkaitan dengan ke-absolut-an milik Allah.
Adapun kebenaran relatif manusia biasanya berada dalam beberapa wilayah, seperti dari nalar berfikir, selera, nilai dan hal-hal lain seputar itu.
Ketika mengedepankan nalar "bocah", kita lebih sering kekeh untuk meng-absolut-kan kebenaran yang kita miliki dan menganggap salah suatu kebenaran milik orang lain. “Pokoknya pendapat saya benar dan kamu salah, TITIK.” “Selera saya adalah selera terbaik untuk semua orang.” “Cara yang saya pakai adalah yang paling benar, yang lainnya salah” “Penafsiran kalimat ini harus begini” dan sebagainya.
Oh come on... ayolah mecoba sedikit mengesampingkan gaya ke"bocah"an itu, karena akan banyak imbas yang kurang baik di sana, seperti, memupuk keras kepala, menggerogoti kemesraan dengan sesama, kurang bisa menghargai orang lain, membuat diri susah berkembang dan lainya.
Terkait hal yang prinsipil kita memang berhak untuk kekeh mempertahankan keyakinan kita, namun untuk hal-hal yang bukan masuk ranah perkara prinsipil rasanya sangat tidak pas jika kemudian meng-absolutkan-nya dalam sebuah pendapat.
Poinnya adalah bagaimana kita menanamkan rasa saling menghargai untuk menciptakan atmosfer yang hangat dalam sebuah sosial dengan tidak meng-absolut-kan kebenaran yang kita yakini.
Mencoba memahami dan menghargai hal yang dilakukan dan diyakini orang lain selama tidak mendobrak ranah prinsipil rasanya sangat penting dan ini bisa menjadi pembelajaran untuk menuju proses kedewasaan yang lebih matang.
Yah... tulisan ini hanyalah buah fikir seorang fakir yang kebenarannya juga relatif, karena ke-absolutan dalam perkara benar-salah ialah milik Allah.
Amar Aziz
Kairo 23/12/2015
Kairo 23/12/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar